Minggu, 03 Juli 2011

Makam Raja Tidung Ditemukan

Makam Raja Tidung Ditemukan

Teka-teki di mana Raja Tidung bergelar Raja Pandita dimakamkan akhirnya terjawab. Setelah dilakukan pencarian selama empat tahun, tokoh yang pernah sangat dihormati etnis Tidung itu ada di Kecamatan Tanah Tidung, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara.

Atas kesepakatan Lembaga Adat Besar Tidung Kalimantan Timur bersama pemerintah, diputuskan untuk membongkar kuburan tersebut dan memindahkan ke kuburan baru di tanah para leluhur, tempat suku-suku Tidung bermukim di Kalimantan Timur. Prosesi pembongkaran dilaksanakan hari Minggu, 3 Juli 2011, dihadiri para tokoh dan sesepuh adat Tidung. Gubernur DKI Fauzi Bowo, dikabarkan juga bakal menghadiri upacara pembongkaran tersebut.

Makam Raja Pandita ditemukan berada di tanah milik Almarhum Frans Seda dalam keadaan ‘merana’, karena tidak terawat. Frans Seda adalah tokoh nasional yang pernah menjadi Menkeu di awal Orde Baru (1966-1968), dan pernah menjabat antara lain adalah Menteri Perkebunan dalam Kabinet Kerja IV (1963-1964) dan Menteri Perhubungan dan Pariwisata (1968-1973) dalam Kabinet Pembangunan I.

Bupati Malinau, Yansen TP, memimpin langsung rombongan warga Tidung sebanyak 120 orang. Untuk lancarnya pemindahan Pemkab Malinau mencarter tiga maskapai penerbangan, untuk mengangkut mulai Kepulauan Seribu, Jakarta hingga Tarakan dan Malinau.

“Makam Raja Pandita ini jejak sejarah Suku Tidung yang pernah berjuang untuk Negara Republik Indonesia, melawan penjajahan Belanda. Selaku pemerintah, tentu kita sangat menghormati ditemukan Raja Tidung ini,” ujar Yansen kepada Bmagazine, Sabtu (2/7).

Sekretaris Umum Lembaga Adat Besar Tidung Kaltim, Syafarudin, menceritakan, usaha pencarian Raja Tidung telah dilakukan sejak empat tahun silam atas inisiatif lembaga adat. Tim menelusuri jejak Raja Pandita setelah dikabarkan tertangkap oleh Belanda dan diasingkan. Menurut Ketua Adat Tidung Malinau Kota, Baharudin, Raja Pandita ditawan oleh Belanda setelah jatuh korban dalam jumlah besar saat perang Tidung pecah melawan Belanda di Malinau tahun 1890.

Pencarian jejak sejarah itu dilakukan ke seluruh penjuru Indonesia. Dengan mengumpulkan data-data dari berbagai kesultanan, mendatangi situs sejarah, termasuk museum nasional. Literatur tentang Raja Pandita juga dikumpulkan dan kemudian baru mendapat sedikit petunjuk setelah memperoleh museum di Jepara.

Syafaruddin menambahkan, Sekretaris Museum Jepara ternyata mengetahui seluk-beluk tentang Raja Pandita. Ada data yang menunjukkan Raja Pandita bersama dua orang kepercayaannya – pengawal dan sekretaris - pernah bermukim di Jepara.

Di Jepara Raja Pandita juga sempat bergabung dengan Raja Jepara untuk melawan penjajahan Belanda. Oleh Kerajaan Jepara, Pandita diberi gelar Sekaca, karena keberaniannya melawan Belanda.Karena kegigihan melawan Belanda, Raja Pandita ditangkap kembali dan dibawa Belanda ke Batavia sebagai tawanan pemerintahan Belanda. Dari Batavia Raja Pandita bersama pengawal serta sekretarisnya dibuang ke Kepulauan Seribu sekitar tahun 1892.

Dari tempat pengasingan di Kepulauan Seribu itu Raja Pandita masih berjuang mengumpulkan kekuatan. Namun jejak sejarah itu terputus hingga kematian dan dikuburkan di tanah tersebut. Tanah itu kemudian diketahui milik Frans Seda yang bernama lengkap Franciscus Xaverius Seda.

Namun sisa-sisa kejayaan Raja Pandita di tempat pembuangannya masih bisa dilihat dengan dinamakannya daerah pembuangan itu dengan nama Desa Tidung. Warga setempat tidak menggunakan bahasa Betawi, namun bahasa melayu. "Bahasa warga di sana logatnya mirip dengan logat bahasa di Malinau," cerita Syafarudin.

Ditemukannya makam itu, merupakan pembuktian sejarah Tidung yang menggambarkan kegigihan suku tersebut melawan penjajah. "Kalau situs ini hilang maka orang Tidung tak akan memiliki bukti sejarah pernah andil dalam memperjuangkan kemerdekaan republik Indonesia dari tangan penjajahan Belanda," kata Baharudin. Proses penggalian makam juga diwarnai dengan prosesi adat dan pementasan budaya Tidung. Seluruh rombongan dari Malinau juga diwajibkan menggunakan pakaian adat Tidung. #

Wartawan: M Sakir, Kepulauan Seribu, Jakarta

sumber: laman facebook Gadamaruti

2 komentar: